twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Thursday, 13 September 2012

Waktu Yang Berharga


Rudi,seorang kepala cabang di sebuah perusahaan swasta terkemuka di Jakarta, tiba di rumahnya pada pukul 9 malam. Tidak seperti biasanya, Imron, putra pertamanya yang baru duduk di kelas dua SD yang membukakan pintu. Ia nampaknya sudah menunggu cukup lama.

“Kok, belum tidur?” sapa Rudi sambil mencium anaknya.


Biasanya, Imron memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika ia akan berangkat ke kantor pagi hari.

Sambil membuntuti sang ayah menuju ruang keluarga, Imron menjawab, “Aku nunggu Ayah pulang. aku mau tanya berapa sih gaji Ayah?”

“Lho, tumben, kok nanya gaji Ayah? Mau minta uang lagi, ya?”

“Ah, enggak. Pengen tahu aja.”

“Oke. Kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Ayah bekerja sekitar 10 jam dan dibayar Rp 400.000,-. Dan setiap bulan rata-rata dihitung 25 hari kerja, Jadi, gaji Ayah dalam satu bulan berapa, hayo?”

Imron berlari mengambil kertas dan pensilnya dari meja belajar, sementara ayahnya melepas sepatu dan menyalakan televisi. Ketika Rudi beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Imron berlari mengikutinya.

“Kalau satu hari ayah dibayar Rp 400.000,- untuk 10 jam, berarti satu jam ayah digaji Rp 40.000,- dong,” katanya.

“Wah, pinter kamu. Sudah, sekarang cuci kaki, lalu tidur,” perintah Rudi.

Tetapi Imron tak beranjak.

Imron kembali bertanya, “Ayah, aku boleh pinjam uang Rp 5.000,- nggak?”

“Sudah, nggak usah macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini? Ayah capek. Tidurlah.”

“Tapi, Ayah…” Kesabaran Rudi habis.

“Ayah bilang tidur!” bentaknya mengejutkan Imron.

Anak kecil itu pun berbalik menuju kamarnya. beberapa saat kemudian, Rudi nampak menyesali bentakannya, Ia pun menengok Imron di kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur. Imron didapatinya sedang menangis pelan sambil memegang uang Rp 15.000,- di tangannya.

Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu, Rudi berkata, “Maafkan Ayah, Nak. Ayah sayang sama Imron. Buat apa sih minta uang malam-malam begini? Kalau mau beli mainan, besok’ kan bisa. Jangankan Rp 5.000 , lebih dari itu pun ayah kasih.”

“Ayah, aku nggak minta uang. Aku pinjam. Nanti aku kembaliin kalau sudah menabung lagi dari uang jajan".

“Iya, iya, tapi buat apa?” tanya Rudi lembut.

“Aku menunggu Ayah dari pagi. Aku mau ajak Ayah main ular tangga. Dari dulu ayah selalu pergi dari pagi sampai malam hari, kadang imron gak bisa main sama ayah, Tiga puluh menit aja. Ibu sering bilang kalau waktu Ayah itu sangat banyak dihabiskan di kantor. dan waktu ayah sangat berharga, Jadi, aku mau beli waktu ayah. Aku buka tabunganku, ada Rp 15.000,-. Tapi karena Ayah bilang satu jam Ayah dibayar Rp 40.000,-, maka setengah jam harus Rp 20.000,-. uang tabunganku kurang Rp 5.000,-. Makanya aku mau pinjam dari Ayah, biar imron bisa main sama ayah” kata Imron polos.

Rudi terdiam. Ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat.

No comments:

Post a Comment

 

Followers

Instagram